Random

Mengapa membahas guci yang tak retak?

Perkataan kurang enak didengar. Bosan. Malas. Bahkan untuk berbicara sering diabaikan. Jika yang melakukannya adalah orang yang tak begitu berarti di dalam perjalanan hidup kita maka pengabaian itu pun tak begitu berarti. Tapi jika itu timbul dari orang terdekatmu yang merupakan harapan mu yang sebelumnya ia tak pernah mengabaikan mu tak pernah alfa membalas pesan mu. Maka hal lain telah terjadi.

Jika kamu yakin apa pun di dunia ini diberikan Tuhan untuk mu berarti kau harus yakin kalau Tuhan pun dapat mengambilnya kembali. Tak ada tapi… tapi… Memang tampak kejam di depan mata. Mengiris-iris di dalam dada. Menggrogoti akal sehat. Belum mampu menerimanya. Ku ucapkan berkali-kali sadarlah… sadarlah…

Ku tatap wajah bodoh ku di sebingkai cermin. Kau tahu apa yang telah terjadi. Tapi kau begitu takut akan kenyataan itu. Kau memilih membuat ceritanya seolah-olah tak terjadi apa-apa. Kau membuat rasa palsu dan menipu diri. Sungguh ku tak berani menyadarkan diri. Aku tak siap. Aku tak siap menjadi lumpuh.

Kau coba terima benturan-benturan kata-kata mencabi-cabik jantung mu. Menerima terjangan polah mempora-porandakan hatimu. Kau duduk dalam jasad yang tampak tenang dari luar. Kau kondisikan netramu tak membuat kaca kaca kekecewaan. Kau rawat wajah mu tak membuat garis-garis asimetris. Agar mereka tak mampu melihat dengan jelas apa yang terjadi di dalam dirimu.

Leave a comment